Persetujuan Kemitraan Sukarela RI-UK Diharapkan Berdampak Luas Bagi Pengusaha
Anggota Komisi VI Muslim saat Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin (3/10/2022). Foto: Oji/nvl
Anggota Komisi VI Muslim berharap rencana pengesahan persetujuan kemitraan sukarela antara Pemerintah RI dan Kerajaan Inggris Raya tentang penegakan hukum kehutanan, penatakelolaan perdagangan produk kayu ke Kerajaan Inggris Raya yang akan dilakukan pemerintah Indonesia dapat memberi dampak yang seluas-luasnya kepada pelaku usaha di Indonesia.
"Dengan ratifikasi undang-undang yang segera akan dilaksanakan ini saya yakin harus memberi dampak yang seluas-luasnya khususnya kepada pelaku usaha ya, karena ini yang ditunggu-tunggu oleh pihak pengusaha, apalagi kita tahu betul selama 2 tahun pandemi kita sangat terasa khususnya kepada pelaku UMKM ini," ujarnya.
Demikian pandangan itu mengemuka dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI Rapat Kerja dengan Wakil Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Staf Ahli Bidang Manajemen dan Tata Kelola Kementerian Perdagangan RI, Plt. Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM RI, dan Direktur Jenderal Amerika Eropa Kementerian Luar Negeri RI, di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin (3/10/2022).
Lebih lanjut, Muslim mempertanyakan jenis produk kayu yang nantinya akan diekspor. Sebab, jenis produk yang akan diekspor dinilai dapat mempengaruhi perambahan hutan yang diambil kayunya. Oleh sebab itu, Muslim menilai perlu aturan tersendiri yang mengatur hal tersebut.
"Jangan sampai nanti dengan adanya ini juga rambahan hutan kita ini terus kemana-mana. Artinya (harus) ada aturan-aturan tersendiri lah, sehingga target pemerintah jelas, pelaku UMKM nya jelas, tapi tidak merusak daripada khususnya hutan-hutan yang kita tahu betul setiap tahun terus menyusut," tutupnya.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong mengatakan persetujuan kemitraan sukarela Forest Law Enforcement, Governance and Trade-Voluntary Partnership Agreement (FLEGT-VPA) dilakukan dengan tujuan menjamin keberlanjutan bahan baku kayu khususnya di hulu dengan adanya sistem tracing pada setiap bahan kayu yang diekspor.
Hal tersebut, lanjutnya guna mendorong pengusaha kayu untuk tetap melakukan pengelolaan berkelanjutan dengan tidak menerima kayu ilegal. "Karena lewat pola FLEGT-VPA ini tidak akan diterima kalau sumber bahan bakunya dari ilegal. Karena ada sistem tracing, produknya dari mana, dari hulunya legal atau ilegal. Jadi kalau ilegal otomatis tidak akan masuk dalam sistem FLEGT-VPA," ujarnya. (bia/aha)